Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali.

Rabu, 29 Juli 2015

Tradisi Ngelawang di Desa Pejaten

Ngelawang merupakan salah satu tradisi ritual tolak bala bagi umat Hindu di Bali. Ngelawang ini dilakukan setiap 6 bulan sekali di antara Hari Raya Galungan, Kuningan, dan manis Kuningan. Tradisi ngelawang ini diadakan untuk mengusir roh-roh jahat yang ada di pekarangan rumah masing-masing, selain itu  tradisi ini juga berguna sebagai penolak bala atau wabah penyakit. Kata Ngelawang berasal dari kata lawang yang artinya pintu, yang berarti pementasan dilakukan dari rumah ke rumah maupun dari desa ke desa, pasar, bahkan di tengah-tengah jalan, Tradisi Ngelawang digelar dengan menggunakan barong bangkung atau barong bangkal yaitu barong berupa sosok babi (bangkal) diiringi dengan gamelan bebarongan ataupun gamelan betel, selain menggunakan barong juga menggunakan topeng jauk dan celuluk. Tradisi ngelawang ini dilakukan oleh umat Hindu di setiap daerah tertentu yang ada di Bali khususnya di Kabupaten Tabanan, contohnya di desa Pejaten, kecamatan Kediri.  Setiap hari raya Galungan, Kuningan, dan manis Galungan, tradisi ini sangat rutin dilaksanakan oleh warga desa di Desa Pejaten. Proses pelaksanaan dari tradisi ini dipimpin oleh Pemangku di Pura Puseh dan Dalem di desa tersebut. 



Kamis, 16 Juli 2015

GIS (Gerbang Indah Serasi) di desa Pejaten

        Gerbang Indah Serasi atau disingkat GIS merupakan salah satu program Pemda Kabupaten Tabanan dalam menata Tabanan yang serasi dan indah. Setiap desa yang ada di Kabupaten Tabanan mendapatkan bantuan untuk membangun selokan di masing-masing desa sehingga dapat memperlancar aliran air disaat musim penghujan tiba. Program ini sudah terlaksana di Desa Pejaten. Yang mana delapan banjar/ dusun sudah merealisasikan program ini, seperti Dusun Baleran, Dusun Dalem, Dusun Simpangan, Dusun Badung, Dusun Pangkung, Dusun Pejaten, Dusun Dukuh dan Dusun Pamesan. Diharapkan dengan program GIS ini, Desa Pejaten bisa lebih asri, indah dan serasi dalam hal penataan lingkungan desa menuju desa terpadu.


     


Rabu, 08 Juli 2015

Desa Wisata Pejaten

       Desa Pejaten terletak di kecamatan Kediri, Tabanan dan juga dekat dengan objek wisata Tanah Lot. Dari Denpasar, dapat ditempuh dalam 45 menit perjalanan. Desa ini dikenal dengan gentengnya.Industri genteng Pejaten yang digeluti masyarakat Desa Pejaten, Kecamatan Kediri sejak turun temurun sejatinya memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata alternatif dan genteng khas desa Pejaten juga telah dikenal sampai masyarakat luar Bali.
      Desa ini dekat dengan objek wisata lain seperti Pantai Yeh Gangga, Pantai Langudu dan Pura Puseh Desa Adat Bedha. Desa Pejaten ini diapit dua sungai dengan luar kira-kira 1,5 km persegi. Kesan desa ini adalah jauh dari peradaban dan teknologi modern. Namun, masyarakat disini telah menambang tanah liat merah (bahan dasar keramik) sejak awal berdirinya desa dan mereka bereksperimen sendiri dalam membuat Kerajinan Gerabah, sampai akhirnya persediaan tanah merah tersebut menipis pada tahun 80-an.
         Tembikar tersebut tidak termasuk dalam masa lalu dari desa Bali tradisional, karena mereka anggap najis. Oleh karena itu mereka tinggal bersama dan tinggal di desa khusus, seperti Pejaten, di Kabupaten Tabanan. Orang-orang miskin, mereka hanya memiliki tanah yang mereka hidup dan tidak memiliki sawah. Setiap keluarga memiliki tembikar sendiri kecil. pot yang dibuat dengan tangan, pada roda-tangan lambat. Dibuat dalam api terbuka, ditutupi oleh jerami padi. Produk, kebanyakan memasak dan disimpan kapal, tetapi juga ware upacara untuk kuil-kuil mereka, dibawa ke pasar terdekat untuk dijual. Dengan diperkenalkannya plastik dan aluminium permintaan untuk penurunan pot keramik dengan cepat.
         Yang menarik dalam pembuatan genteng khas Desa Pejaten ini adalah tanah yang diolah berasal dari tanah sawah. Kemudian diproses dalam suatu tangki untuk melembutkan dan meliatkan. Selanjutkan dimasukan kedalam mesin untuk dibentuk tanah kotak persegi sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Lempengan ini yang siap dicetak atau dibentuk dengan mesin pencetak.
         Lempengan yang telah dicetak itu dijejer dalam rak palet, satu cetakan satu tempat, kemudian dikeringkan selama 1 minggu. Proses terakhir adalah, cetakan yang sudah kering itu dimasukan dalam oven bersuhu 1400 derajat celcius selama 1 minggu tanpa henti sehingga tanah berubah warna dan menjadi kuat. Dalam satu rumah pembakaran dapat dimasukan +/- 6000 buah genteng.  Cara membakarnya pun masih menggunakan kayu, metode ini yang membuat genteng Pejaten menjadi khas. Jenis genteng juga ada bermacam-macam, yang digemari adalah jenis Morano dan Plengkong. Harga genteng dijual dengan harga Rp. 1.600 – Rp. 2.000,- per-buah. Saat ini melayani untuk konsumen daerah Jakarta, Bogor dan sekitar.
         Anda juga dapat bergabung untuk perjalanan khusus dirancang untuk mempelajari lebih lanjut tentang kerajinan genteng dan melihat atap  khas dan barang dari desa Pejaten. Dekat desa Pejaten tersedia Bali Beach Bungalows jika Anda ingin menginap dan rumah makan yang murah dan halal yakni Rumah Makan Putih dengan menu special ayam bakar. Kedua tempat itu terletak di sekitar Pantai Yeh Gangga, sekitar 600 m dari Desa Pejaten.